Di dalam pergaulan apabila dua orang hamba Allah lelaki dan wanita sedang melakukan pergaulan silaturahim dengan niat untuk saling penjajagan menuju ke satu titik ke jenjang pernikahan, maka keduanya saat itu sedang membuat sebuah perahu layar. Kalau ingin perahunya kuat, maka bahannya harus baik, dan lim dengan pakunya harus kuat supaya kapal tidak bocor. Artinya planningnya harus mateng, jalannya harus dengan cara yang baik, siapkan mental dan fisiknya , karena gelombang godaan , ujian dan cobaan di dalam berumah tangga itu pasti akan datang setiap detik. Tapi kalau fondasinya kuat, Insya Allah terpaan badai sebesar apapun, godaan seberat apapun akan runtuh.
Setelah keduanya berkomunikasi sebagai penjajagan dan persiapan segalanya yang mungin hanya beberapa hari, atau bulan atau tahun, maka terwujud suatu titik temu yang namanya pernikahan di hadapan petugas Kantor Urusan Agama. Disitulah keduanya mengucapkan janji setia, seia sekata untuk saling memegang amanah Allah dengan disaksikan oleh keluarga sanak family dan para undangan. Maka tutup lembaran lama dari keduanya. Karena tidak menutup kemungkinan keduanya telah banyak melakukan kesalahan dan kekeliruan, tapi juga kebaikan. Gantikan dengan lembaran yang baru, untuk menanta, meniti kehidupan yang baru, suci murni tanpa dipengaruhi oleh siapapun dan dari manapun, termasuk orang tua dan mertua. Karena rusaknya rumah tangga seseorang itu biasanya atau kebanyakan adanya orang ketiga yang turut campur dalam kehidupan rumah tangganya.
Seorang suami harus dan wajib menafkahi istri dan keluarga yang menjadi tanggungannya lahir dan batin. Maksudnya harus bertanggung jawab memberikan uang belanja setiap hari kepada istrinya menurut kemampuan yang dia miliki. Jangan sampai sang suami memberikan nafkah yangat minim, jauh dari kebutuhan yang dibutuhkan, sementara dia nya sendiri bermewah-mewahan atau makan enak di luaran, menyenangkan diri sendiri di luar rumah dengan menghambur-hamburkan dari penghasilan yang dia dapatkan. Sedangkan kalau di rumah dia pura-pura pusing, mengeluh, mengekspresikan dirinya bersandiwara agar sang istri merasa kasihan kepadanya. Ini sama saja dengan menzalimi dirinya sendiri. Dan hal ini akan berdapak buruk dalam kehidupan rumah tangganya.
Allah swt memperingatkan kepada para suami melalui firman-Nya di dalam QS At Thalaq ayat 7 yang artinya sebagai berikut , " Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dan harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan ( sekedar ) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا [٦٥:٧]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar